BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab,
yaitu syajaratun yang berarti pohon, artinya sebuah
pohon yang terus berkembang dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih
kompleks atau lebih maju.
Dalam bahasa Inggris, kata sejarah
(history) berarti masa lampau umat manusia. Dalam bahasa Jerman, kata
sejarah (geschicht) berarti sesuatu yang telah terjadi. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
yang ditulis oleh W.J.S. Poerwadaraminta menyebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian sebagai berikut:
yang ditulis oleh W.J.S. Poerwadaraminta menyebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian sebagai berikut:
- Sejarah berarti silsilah atau asal usul.
- Sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
- Sejarah berarti ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Dalam kata lain sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan
yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada masa
lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah
merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik, dan penting.
- Peristiwa yang abadi; peristiwa sejarah tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang masa.
- Peristiwa yang unik; peristiwa sejarah hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang persis sama untuk kedua kalinya.
- Peristiwa yang penting; peristiwa sejarah mempunyai arti dalam menentukan kehidupan orang banyak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Orde Baru
(1966-1998)
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde
Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas
penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi
bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan
antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Masa Jabatan Presiden Suharto
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan1998.
Politik Presiden Soeharto memulai
"Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang
dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia
pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk
melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam
kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama
kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis
yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering
disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai
Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan
menggelar Mahkamah Militer
Luar Biasauntuk mengadili pihak yang dikonstruksikan
Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang
terlibat "dibuang" ke Pulau
Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan
pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian
khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru.
KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui
struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli
ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan
seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana.
Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat.
Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya
harus disetor kepada Jakarta, sehingga
melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan
yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto
merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya
stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan
ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional,
Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik
yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya Selama masa
pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara
besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di
Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa Warga keturunan Tionghoa juga dilarang
berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara
asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi,
yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek,
dan pemakaian Bahasa
Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh
komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa
tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang
mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga
ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin
dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan
untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa
Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian
ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski
beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional
Tionghoa dilarang. Akibatnya agama
Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga
Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari
keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air.
Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai
pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh
komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.
Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru Di masa
Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap
hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan
bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah
meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor
Timur, dan Irian
Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan
dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan
kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan
pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak
semua transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten
ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik
Madura-Dayak di Kalimantan. Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam
pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh
ketidaksukaan terhadap para transmigran.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian bahasan “Sejarah Orde
Baru” dapat disimpulkan bahwa :
1. Orde Baru adalah era
pemerintahan Soeharto dari tahun 1966-1998 yang
menggantikan Orde Lama yaitu pada masa pemerintahan Soekarno.
2. Perombakan
besar pada masa orde baru oleh Soeharto berpengaruh besar pada majunya Negara Indonesia, namun
seiring dengan banyaknya korupsi merajalela pada zaman itu ada pula pengaruh
negatifnya.
Posting Komentar